Jumat, 18 Januari 2013

Legenda dan mitos suku mentawai

BURUNG ELANG DAN POHON MENUANG

kata nenek moyang zaman dahulu ada seekor burung elang yang sangat besar, sehelai bulu sayapnya sama besarnya dengan pelepah pohon kelapa. Tetapi burung tersebut sangat suka makan manusia. Ada juga sebatang pohon yang besar sebagai tempat tinggalnya, nama pohon tersebut ialah "menuang". Burung elang itu sudah sering kali memakan manusia di siberut dan di padang.
Maka timbullah sebuah pikiran pada seorang pemuda, yang berkata, "marilah kita kumpulkan kayu dan pelepah dan menyalakan api yang berasap, untuk melihat apakah si burung elang datang". ketika api mulai dinyalakan dan asap mulai mengepul, tiba-tiba terlihatlah burung elang datang dan terbang di atas api tersebut, sampai terbakarlah sayapnya. Terkejutlah burung itu dan mencoba terbang lai untuk lari, tetapi burung itu di piting pemuda tersebut. Maka tinggallah seekor saja, yaitu induknya.
Pada suatu hari datanglah orang dari sumatera (sasareu) yang meletakan batupada sarangnya, utuk dieraminya. Batu kerikil tersebut seperti telur, supaya burung tersebut tidak mengetahui bahwa batulah yang ia erami. Lalu mulailah mereka menebang pohon dengan maksud jika pohon tersebut tumbang, tertimpalah burung tersebut dan mati. tetapi ketika mereka datnglah pada hari berikutnya, kayu tatal tersebut telah pulih kembali. Maka mereka tidak pulag tetapi bermalam disitu, dan mereka menebang pohon tersebut siang dan malam. Orang sumatera menebang di seblah bawah dan, sedangkan orang siberut di sebelah atas, yaitu bagian yang di belakang.
Tetapi ketika pohon menuang itu tumbang, burung tersebut menghentakkan kakinya sehingga pohon tersebut jatuh ke belakang, yaitu di atas pulau pagai. Tertimpalah tengah-tengah pulau tersebut, air laut masuk kedalam dan terbagilah pulau besar itu menjadi dua pulau yang terpisah. Tetapi di tengahnya masih ada sisa sedikit dari batang "menuang" yang besar, yang kini menjadi sebuah pulau kecil dengan nama Bakkat Menuang, yang berarti pangkal pohon menuang. Letaknya tepat pada jalan masuk selat sikakap, antara pagai utara dan selatan.


(Bruno Spina, MITOS DAN LEGENDA SUKU MENTAWAI)   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar